“Narkoba No! Lomba Sihir Yes!”, yel-yel ini seperti sebuah pesan yang diukir untuk para fansnya yang kerap disapa “Peserta Lomba Sihir”. Barisan yang selalu hadir dan mendukung Lomba Sihir sampai ke ujung dunia.
Lomba Sihir hadir pada 2019, pada awalnya hanya berisikan Baskara, Tristan, Petra, Enrico dan Tama, kini berisikan lima penyihir aktif, diantaranya Baskara Putra pada posisi main vocal, Natasha Udu pada lead vocal, Ra yhan Noor pada vocal dan gitar, Enrico Octaviano pada drum, dan Tristan Juliano pada keyboard.
Sebelum menjadi Lomba Sihir, Udu, Rayhan, Rico, dan Tristan membantu Baskara sebagai session player aktif di Hindia. Bahkan album Hindia, Menari Dengan Bayangan yang rilis pada tahun 2019 juga diproduseri oleh Enrico Octaviano dan Wisnu Ikhsantama yang kala itu masih bagian dari Lomba Sihir. Namun, seiring meningkatnya popularitas Lomba Sihir, Baskara yang juga menahkodai Hindia, mulai kesulitan menyelaraskan jadwal manggung kedua proyek tersebut. Kondisi ini sering kali membuatnya dijuluki "anak magang" oleh audiens dan rekan-rekannya di Lomba Sihir.
Dirilis pada tahun 2021, album Selamat Datang di Ujung Dunia menandai tonggak penting bagi Lomba Sihir, secara efektif memperkenalkan mereka ke kancah musik Indonesia. Album ini secara apik merangkum esensi berbagai kondisi kehidupan dengan lika-liku kehidupan di kota Jakarta, dengan lagu-lagu seperti “Jalan Tikus” "Hati dan Paru-Paru," "Nirrrlaba," dan "Semua Orang Pernah Sakit Hati”. Melalui ragam gaya dan kemampuan musikal mereka, Lomba Sihir berhasil melukiskan gambaran yang jelas dan beresonansi tentang hiruk pikuk ibu kota, menjadikan album ini debut yang tak terlupakan. Album Selamat Datang di Ujung Dunia meraih banyak pujian dari para pendengar sejak rilisnya pada Maret 2021, dan berhasil masuk ke berbagai daftar album terbaik tahun itu.
Menjelang akhir tahun 2021, Lomba Sihir juga meluncurkan EP bertajuk Mungkin Takut Perubahan, yang memuat beberapa versi berbeda dari salah satu lagu utama dalam album tersebut, serta satu lagu baru berjudul "Pesona" yang dirilis sebagai bagian dari proyek kompilasi label mereka, Sun Eater.
Dirilis pada Februari 2025, single pertama Lomba Sihir di album kedua mereka yang bertajuk “Sofa” memiliki cerita mendalam. Sofa berwarna merah ini menjadi saksi bisu perjalanan para personel. “Sofa” ini juga seolah menjadi “arsip emosional” para personel dimana sofa ini menjadi saksi tawa, canda, kebersamaan hingga ide-ide brilian yang lahir dari setiap individu dari tiap personel Lomba sihir. Kehadiran sofa merah ini meluas hingga menjadi sampul album kedua mereka, secara visual merepresentasikan inti cerita dan pengalaman yang terkandung di dalamnya. Lebih dari itu, sofa ini bahkan hadir secara fisik dalam intimate session album tersebut yang mereka adakan di beberapa kota di Indonesia beberapa waktu yang lalu.
Album kedua Obrolan Jam 3 Pagi yang rilis pada bulan Mei lalu menjadi bukti bahwa karya Lomba Sihir memiliki cerita yang penuh makna. Warna merah pada visual album ditanamkan secara berani, dapat terlihat dari materi jam yang menunjukan pukul 3 lewat, seperti obrolan yang masih berlanjut hingga larut pagi. Pada video klip dari lagu “Tak Ada Waktu Tepat Untuk Berita Buruk” pada detik ke (0:15) menunjukan scene pemeran membalik kalender dari tanggal 25 ke tanggal 26 Oktober yang merupakan tanggal merah, dan masih banyak lagi. Bagian materi di setiap album ini menunjukan penuh makna dan memori, seperti lagu “Ribuan Memori” yang menafsirkan setiap momen yang dilalui adalah sebagai pelajaran berharga bagi kehidupan kita.
Jangan sampai kalian tersihir, karena penampil yang satu ini merupakan penyihir yang penuh syair indah, dia adalah Lomba Sihir. Saksikan Lomba Sihir di panggung PROJEK-D VOL. 4, pada tanggal 31 Agustus 2025. Buruan beli tiketnya di
https://dyandratiket.com/event/details/projek-d-vol-4. Jangan sampai kehabisan!